
kalimatnya.com – Negara memberikan rumah pensiun untuk Presiden Joko Widodo dengan luas 12 ribu meter persegi yang terletak di Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah. Pemberian ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978, di mana setiap presiden dan wakil presiden yang telah menyelesaikan tugasnya berhak mendapatkan rumah.
“Kepada bekas presiden dan wakil presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya masing-masing: a. diberikan sebuah rumah kediaman yang layak dengan kelengkapannya,” demikian bunyi pasal 8 UU Nomor 7 Tahun 1978.
Awalnya, negara membatasi harga rumah pensiun untuk presiden dan wakil presiden maksimal Rp20 miliar. Namun, aturan ini tidak lagi ada dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120/PMK.06/2022. Aturan baru tersebut hanya menyebut bahwa presiden dan wakil presiden berhak atas rumah pensiun dengan luas maksimal 1.500 meter persegi di DKI Jakarta. Presiden dan wakil presiden juga diperbolehkan memilih lokasi rumah pensiun di luar Jakarta, dengan luas maksimal yang menyesuaikan harga tanah seluas 1.500 meter persegi di DKI Jakarta.
Jokowi telah memilih rumah pensiunnya di Colomadu, dan negara telah memproses pembelian tanah tersebut serta memulai pembangunan.
“Awalnya dulu 9.000 meter persegi, sekarang luasnya 12 ribu berapa gitu, ada empat patok,” kata Kepala Desa Blulukan, Slamet Wiyono, pada Rabu (26/6).
Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama, menegaskan bahwa seluruh proses pemberian rumah pensiun Jokowi dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ia juga menyebut bahwa Jokowi dan keluarga bisa langsung menempati rumah tersebut setelah proses pembangunan selesai.
“Rumah bisa langsung ditempati dan menjadi hak milik, bisa diwariskan ke ahli waris beliau,” ujar Setya melalui pesan singkat pada Kamis (27/6).
Presiden-presiden sebelum Jokowi juga telah mendapatkan rumah pensiun dari negara. Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri, memilih rumah di Menteng, Jakarta Pusat. Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono, memilih rumah di Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Presiden ketiga RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, menolak rumah dari negara dan meminta uangnya saja untuk membangun pusat kajian Islam. Namun, negara menolak permintaan itu dan tetap memberikan tanah di Mega Kuningan. Presiden kedua RI, Soeharto, juga menolak pemberian rumah dan meminta Rp20 miliar sebagai gantinya untuk merenovasi rumah di Cendana.
No Responses